Sejak 2022 lalu saya mulai mempelajari teknik pengelolaan sampah organik dengan cara mengompos. Saya menemukan ada banyak cara yang bisa digunakan untuk membuat kompos dari sisa-sisa bahan makanan rumah tangga. Sebelumnya saya sempat khawatir, kalau mengompos bisa menimbulkan bau yang tidak enak. Hanya saja memang perlu niat yang kuat untuk memulai dan konsisten.
Sejak lama saya memikirkan bagaimana caranya agar sampah ini setidaknya tidak menganggu bumi? Saya tahu sampah organik bisa jadi kompos tapi belum pernah mencoba membuatnya sendiri, haha.. begitulah kira-kira keraguan yang selalu timbul. Akhirnya, di 2022 lalu saya mulai mengompos, sisa makanan dengan sistem komposter terbuka yang menggunakan oksigen untuk proses pembusukannya.
Saya membuat starter komposter dulu dengan mencampur tanah, pupuk kandang, sisa daun kering dan sisa buah-buahan yang manis lalu dicampurkan dengan air bekas cucian beras yang sebelumnya sudah didiamkan dua malam. Tempatkan starter ini di wadah yang memiliki lubang cukup dan tutup bagian atas selama tiga hari. Setelah tiga hari starter bisa dipakai untuk menerima sampah organik di rumah.
Mengompos aerobik yang benar itu sungguh tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Malahan komposter saya beraroma jeruk, karena kemarin memasukkan sisa kulit jeruk. Selain itu, komposter juga terasa hangat dan ada titik-titik uap air. Saya tidak punya lahan tanah terbuka di rumah, saya hanya pakai karung bekas untuk mengompos dan ember yang sudah dilubangi.
Ujian mengompos
Memang disarankan untuk punya lebih dari satu komposter, tapi saat itu saya mulai merasa lelah. Daun-daun kering harusnya digunting lebih kecil sebelum masuk komposter tidak saya gunting dan memasukkannya begitu saja. Akhirnya ya, komposternya lama dipanen dan merasa sudahlah tidak lagi lanjut mengompos sisa organik. Oh iya, untuk sisa hewani seperti tulang ikan, ayam, dan lainnya masuk ke biopori yang di dalam tanah. Saya tidak membuat biopori, jadi masih dibuang ke TPS sampah di RT.
Saya tidak lanjut mengompos sampai akhirnya di tahun 2023 ada kebakaran TPA sampah di Bandung. Sampah-sampah rumah tangga tidak diproses ke TPA karena tidak bisa menerima sampah. Di TPS pun mulai tampak penumpukan sampah dan berbau tidak enak. Hal inilah membuat saya kembali ke jalan yang benar untuk mengompos sampah di rumah.
Pendidikan Pengelolaan Sampah
Memang tahu saja tidak cukup, sejak usia SD saya tahu bahwa sampah itu harus dipisahkan dan harusnya yang organik bisa dikembalikan lagi ke tanah tempat asalnya tumbuh. Namun, pengetahuan ini tidak otomatis menjadi perilaku. Saya yakin banyak sebenarnya orang yang mau mengompos, mengelola sampahnya dengan baik, hanya saja tidak berani memulai dan merasa sendirian dan tentu saja kebanyakan overthinking, kayak saya haha! Padahal jika kebiasaan ini sudah mulai dan dibentuk dari kecil takkan sulit bagi kita memilah sampah saat dewasa.
Seorang teman yang pernah tinggal di negara yang lebih baik mengelola sampahnya bercerita, sejak anak-anak pendidikan pengelolaan sampah itu sudah dimulai. Memilah sampah dan mengelolanya pun seperti menjadi sebuah kompetensi hidup hingga setiap warga sudah dibiasakan memilah sampah. Namun, bagi kita yang di Indonesia walaupun ada tiga jenis tempat sampah di taman lansia Bandung, itu isi ketiganya tetap juga tercampur semua.
Saya berharap nantinya akan ada kebijakan ketat dari pemerintah yang akan membuat pengelolaan sampah lebih baik. Perbanyak bank-bank sampah di level kecil dan besar, perusahaan sebagai produsen juga menerima kembali sampah produknya untuk dikelola lagi serta bisa berubahnya botol kosong bekas minuman jadi uang. Ini dari teman saya yang cerita kalau ada mesin ATM khusus untuk menukarkan botol bekas jadi uang. Siapapun yang punya botol bekas, bisa dapat uang. Seru banget kayaknya, jadi orang akan berpikir botol itu bukan sampah tapi alat tukar jadi uang!
Jadi, apakah saya akan konsisten mengompos? Semoga, saya juga berharap begitu, semoga ini menjadi jalan kebaikan kecil untuk kehidupan di bumi dan untuk masa depan anak-anak kita. Yuk, mulai mengompos sampah!