Lagi-lagi kau selalu mengingatkanku pada masa kecilku.
Tersadar diriku ini sudah bukanlah anak-anak.
Tahukah kau hujan, engkaulah yang selalu menerbitkan senyumanku di kala
kau turun, dengan gerimis atau derasmu. Aku tak peduli meskipun kau membawakan
genangan air di lubang-lubang jalan. Percikan akibat roda-roda kendaraan.
Sungguh, aku tetap menyukaimu terlepas apapun efek yang kau bawakan ke bumi
ini.
Kau tahu hujan, kemarin kita bertemu di ketika aku dalam
perjalanan menuju rumah. Jarak dari jalan raya ke rumahku sekitar setengah
kilometer. Di bawah naungan payung aku berjalan menikmati bertatap denganmu
lamat-lamat. Di sepanjang jalan aku lihat, para ayah dan ibu menjemput
anak-anak mereka sepulang sekolah, tentunya di bawah payung mereka merapat. Aku
ingat ketika masih bersekolah di SD pun ibu atau kakakku terkadang menjemputku
ke sekolah karena hujan dan aku tak membawa payung. Manis sekali bukan? Aku
berpegang erat pada mereka,berusaha menghindari basah airmu.
Lagi, aku melihat sekelompok bocah lelaki basah kuyup.
Mereka mandi hujan, ya begitu aku menyebutnya. Mereka bermain-main,
membiarkanmu membasahi kepala mereka. Mereka tak marah, justru tersenyum dan
tertawa bahagia bermain denganmu. Mereka menjejak di genangan air yang
kecoklatan, saling memercikkan airmu kepada temannya. Ah, sungguh aku bagai
melihat cermin masa laluku sekarang . Dahulu pun kita sudah dekat bukan hujan?
Aku ingat betul, aku bermain hujan-hujanan,berlarian, melompat-lompat,
berbasah-basahan di tengah tanah lapang dekat rumah. Menenggelamkan kaki di
tengah genangan airmu di bumi. Berteriak-teriak tidak jelas seperti “oooo…
aaaa…. Hujaaan horeee..” bersorak kegirangan ketika ibu membolehkanku bermain
di luar rumah ketika kau turun. Tertawa-tawa penasaran membuka mulut lebar-lebar
sebab ingin merasai seperti apa meminum langsung airmu yang turun dari langit.
Ah, bahagia betul rasanya kala kecilku.
Namun kini, tak bisa lagi aku bermain di bawah hujan tanpa
berlindung dengan payung. Tak bisa lagi aku berlari-larian di tengah tanah
lapang sambil berteriak “horeee.. hujaaan…!!lalu membiarkan airmu membasahi
seluruh kepala dan pakaianku. Ah, ingin rasanya kini aku tetap bisa bermain
hujan, mandi di bawah disiramanmu, wahai air langit. Melompat-lompat
kegirangan, teriak sambil tetap berusaha merasai airmu dengan juluran lidahku,
hahaaha.. konyol benar keinginanku ini. Padahal sudah sebesar ini tubuhku,
tetap saja jika bertemu kau hujan selalu terbit perasaan rindu akan aku yang
masih kecil.
Kau perlu tahu hujan, kelak jika aku sudah memiliki
pendamping hidup yang halal maka akan kuceritakan semua hal mengenai engkau
padanya. Tentang bagaimana aku selalu menyukaimu. Harapan-harapan akan bisa
bermandi hujan kembali, bermain di kala kau turun. Biar saja ia nanti tertawa
mengetahui tingkahku yang bagai anak kecil ini, tak apa. Sebab akan kuajak dia
merasakan kebahagiaanku semasa anak-anak, akan kuajak dia berteriak dan
melompat-lompat ketika kau turun tanpa perlindungan payung. Lalu, kami pun
kembali dekat dengan engkau hujan.