Suara jantung yang terdengar dari stetoskop kecil ini bukanlah “lub” dan “dub” sebagaimana debaran dari rongga dada kita. Ada suara lain yang menyertai jantung kecil ini ketika memompa. Suara berbisik, suara yang berbicara untuk menyampaikan sesuatu. Sayangnya, suara-suara ini bukan menyampaikan berita baik melainkan sebuah tanda kelainan. Kelainan? Kelainan apa yang dimaksud? Kelainan Jantung Bawaan atau dalam istilah medis biasa disebut Penyakit Jantung Bawaan (PJB).
Imaged by F. Annisa |
Kebahagiaan pasangan yang menjadi orang tua tentu membuncah ketika melihat buah cintanya terlahir dalam kondisi sempurna dan sehat. Namun, siapa yang mengira manusia kecil yang baru belajar bernafas dengan paru-parunya ini harus berjuang lagi melawan kelainan pada jantungnya.
Hari Jantung Sedunia memang masih sepekan lagi, tapi saya beruntung berkesempatan memahami satu masalah kesehatan jantung lebih mendalam. Saya dan teman-teman narablog menghadiri talkshow “Heart to Heart Risiko Genetik dan Manajemen Nutrisi Penyakit Jantung Bawaan pada anak yang diselenggarakan oleh Nutricia Advanced Medical Nutrition, Danone Indonesia . Tidak tanggung-tanggung, narasumber yang hadir pun begitu mumpuni di bidang kesehatan anak yaitu, dr. Dedi Wilson, Sp.A(K) dan dr. Klara Yuliarti Sp.A(K). Salam takzim saya pada beliau-beliau yang sungguh berdedikasi tinggi berjuang untuk kesehatan anak-anak Indonesia.
Apakah kamu tahu terdapat 50.000 kasus PJB di Indonesia setiap tahunnya? Bahkan 30 persen kasus Penyakit Jantung Bawaan (PJB) ini tidak terdeteksi saat lahir. Masalah kesehatan jantung anak memang kurang populer dibanding masalah infeksi. Nah, inilah kesadaran yang perlu kita bangun, bahwa masalah kesehatan jantung anak pun sama pentingnya dengan penyakit lain. Lalu, apakah sebenarnya PJB ini?
dr. Dedi Wilson Sp.A(K) |
Semua yang sudah menjadi orang tua mungkin ingat bahwa jantung anak kita sudah mulai berdetak sejak usianya 6 minggu. Bertambahnya usia kehamilan membuat detak jantung janin makin jelas. Biasanya pada usia kehamilan 10-12 minggu suara jantung janin dapat terdengar saat pemeriksaan USG Fetal Doppler. Nah, kelainan bentuk jantung atau fungsi sirkulasi jantung pada fase awal perkembangan janin inilah yang menjadi cikal bakal PJB dan akhirnya bayi yang lahir pun menderita PJB.
“Penyebab pasti dari PJB ini tidak diketahui” jelas dr. Dedi. Beliau pun melanjutkan bahwa hanya ada faktor risiko yang diduga dapat menjadi penyebab terjadinya PJB. Ketiga faktor risiko ini dapat berasal dari lingkungan seperti paparan zat kimia dan radiasi. Lalu, dua lainnya berasal dari janin dan ibu. Misalnya pada janin terdapat kelainan kromosom dan pada ibu terdapat infeksi virus, diabetes, lupus sistemik, obat serta alkohol.
Kelainan kromosom pada janin memang menjadi risiko tinggi. Contohnya 50 persen pada bayi yang terlahir dengan sindrom Down (trisomi 21) biasanya disertai juga dengan PJB. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melakukan deteksi dini PJB pada bayi baru lahir. Pemeriksaan suara jantung, kadar oksigen darah (saturasi), denyut nadi serta ekokardiografi dilakukan untuk deteksi dini kondisi bayi.
Imaged by F. Annisa |
Kalau mendengar istilah jantung bocor mungkin kita akan membayangkan jantung seperti rumah yang atapnya bocor saat hujan turun. Benar, PJB ini mirip-mirip dengan rumah yang kebocoran. Kalau pada jantung normal terdapat empat kamar dengan masing-masing pintu. Lain halnya dengan jantung anak yang PJB, ada sekat yang seharusnya tertutup malah justru terbuka. Sekat terbuka ini menyebabkan darah bersih yang kaya oksigen tercampur dengan darah yang miskin oksigen. Nah, kalau begitu urusan kebutuhan oksigen seluruh tubuh pasti terganggu. Masalah ini yang memberi efek domino untuk pertumbuhan dan perkembangan anak kedepannya.
Jantung Normal dengan 4 ruang |
PJB ASD terdapat sekat antar atrium kanan dan kiri di bagian atas Sumber: Stanfordhealthcare |
dr. Klara Sp.A(K) |
Kedua jenis PJB ini sama-sama menyebabkan malnutrisi (gangguan nutrisi) pada anak. Misalnya pada anak PJB asianotik, bermasalah dalam berat badan yang sulit naik. Sedangkan, PJB sianotik berpengaruh pada berat badan dan tinggi badan (menjadi stunting) sehingga anak tampak lebih kecil dari anak seusianya. Oleh sebab itu, jika anak dengan PJB tidak mendapat penanganan nutrisi yang baik maka akan berisiko mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan.
Penjelasan dr. Klara Yuliarti semakin membuka mata saya. Dokter spesialis anak dengan subspesialis nutrisi dan penyakit metabolik ini menambahkan bahwa kasus malnutrisi pada anak mencapai 70 persen. Angka ini berarti mayoritas anak dengan PJB mengalami malnutrisi sehingga diperlukan asupan nutrisi yang agresif dan makanan tinggi kalori. Selain itu, pemberian nutrisi langsung ke lambung (enteral) dan pembuluh darah (parenteral) yang tepat serta pemantauan rutin pada grafik pertumbuhan dapat menghindarkan anak dengan PJB dari kondisi yang memperburuk kesehatannya yaitu, malnutrisi dan stunting.
Baca juga: Tips Praktis Cegah Stunting
Mencegah malnutrisi pada anak PJB dapat dilakukan dengan memantau berat dan tinggi badan serta melakukan intervensi terhadap masalah nutrisi anak. Selain itu, diperlukan juga pencegahan infeksi bagi anak dengan PJB. Hal ini disebabkan infeksi yang terjadi pada anak PJB dapat berakibat fatal seperti radang selaput jantung (endokarditis). Anak PJB tetap dapat menerima vaksinasi dengan beberapa syarat seperti tidak vaksin 3-4 minggu sebelum atau sesudah operasi serta kondisi khusus pemberian vaksin hidup harus melalui pengecekan kekebalan tubuh dahulu.
Manajemen Pencegahan Malnutrisi dan Infeksi Anak PJB
- Berikan camilan yang mengandung protein, karbohidrat, lemak (bukan buah atau karbohidrat saja) misalnya martabak manis, roti daging, puding susu.
- Selalu pantau grafik pertumbuhan (berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala)
- Seringkali diperlukan makanan tinggi kalori atau formula medis khusus sesuai indikasi medis.
- Hindari tempat yang ramai.
- Cuci tangan teratur.
- Perawatan gigi yang baik (sikat gigi teratur dan kontrol ke dokter gigi).
- Memakai antibiotik sesuai indikasi.
- Lengkapi imunisasi yang dianjurkan.
- Diskusikan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi anak guna mencegah obesitas dan diabetes melitus
Anak dengan PJB memang istimewa. Keistimewaan inilah yang membuatnya memiliki kekuatan dan cinta dari keluarga serta tenaga kesehatan yang mendukung. Meskipun pulang ke rumah berarti akan ada kontrol ke poliklinik selanjutnya, pengecekan kondisi berikutnya, serta tindakan-tindakan medis lainnya anak dengan PJB sudah menjadi pejuang bersama jantung kecil mereka.
Saya sungguh salut dengan keluarga-keluarga dengan anak PJB yang tergabung dalam Little Heart Community (LHC). Mendengar cerita teman-teman dari komunitas ini sungguh membuka pikiran saya bahwa begitu besar perjuangan anak-anak PJB untuk tetap sehat. Pada pertemuan ini pun saya memahami kesadaran untuk mencegah malnutrisi pada anak PJB memang perlu ditingkatkan, tidak lain adalah demi masa depan anak-anak ini.
Terima kasih wahai pemilik jantung-jantung kecil,
Kalian adalah bukti bahwa cinta, kekuatan dan doa dapat mengubah segalanya.
Bahwa jantung-jantung titipan Allah ini adalah bukti kekuasaannya.
Semoga anak-anak dengan PJB nantinya dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat.
Referensi Gambar:
https://stanfordhealthcare.org
mantap detail banget penjelasannya mba shivaa
ReplyDelete